KAJIAN YURIDIS KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT ADAT
Main Article Content
Abstract
Penelitian ini dilatarbelakangi adanya dualisme bentuk penetapan pengakuan masyarakat adat di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode normative dengan pendekatan konseptual dan pendekatan peraturan perundang-undangan dengan tujuan penelitian ini adalah agar menjadi referensi pemegang kebijakan dalam membuat regulasi agar memperhatikan asas-asas hokum. Hasil penelitian bahwa ada dualisme kewenangan Pemerintah Daerah dalam memberikan pengakuan dan perlindungan masyarakat adat baik yang bersifat pengaturan maupun bersifat penetapan seperti yang diatur dalam Pasal 67 (3) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan Jo. Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Permasalahan Tanah Ulayat Masyarakat Hukum Adat Jo. Permenhut Nomor 62 /Menhut-II/2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.44/Menhut-II/2012 Tentang Pengukuhan Kawasan Hutan menghendaki dibuatnya Peraturan Daerah untuk melaksanakan lebih lanjut mengenai penetapan hak ulayat kesatuan masyarakat hukum adat. Menteri Dalam Negeri di sisi yang lain, mengeluarkan Permendagri Nomor 52 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Hukum Adat. Dalam Permendagri tersebut, ditegaskan bahwa Kepala Daerah mempunyai kewenangan untuk menetapkan keberadaan masyarakat hukum adat melalui Surat Keputusan Bupati, seperti sebagaimana dijelaskan dalam pasal 6 ayat (2) Bupati/Walikota melakukan penetapan pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat berdasarkan rekomendasi panitia masyarakat hukum adat dengan Surat Keputusan Kepala Daerah. Dualisme bentuk pengakuan dan perlindungan masyarakat adat terlihat ada konflik antar peraturan perundangan-undangan sehingga akan menimbulkan akibat hukum yang mana wilayah adat berupa hutan adat tidak diakui oleh pihak kehutanan apabila masyarakat adat dikukuhkan dengan Surat Keputusan Kepala Daerah karena amanat Undang-Undang kehutanan Masyarakat adat harus dikukuhkan dengan Peraturan Daerah.
Article Details
References
Dianto, Pola Penyelesaian Konflik Rekognisi Hak Masyarakat Adat Di Kabupaten Sumbawa, Jurnal Equilibrium: Jurnal Pendidikan Vol. VIII. Issu 1
Dianto, Model Integratif Rekognisi Hak Masyarakat Adat Perspektif Konstitusi Prosiding Seminar Nasional IPPeMas 2020, Vol 1 No 1 (2020)
Juanda, Hukum Pemerintahan Daerah, Pasang Surut Hubungan Kewenangan antara DPRD dan Kepala Daerah, Edisi II, PT Alumni, Bandung, 2008.
Mertokusumo Soedikno,Penemuan Hukum: Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 2003;
Philipus, M. Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gajah Mada Press, 1993;
Salim Hs dan Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum pada Penelitian Disertasi dan Tesis. Cetakan I, PT Rajagrafindo Persada. Jakarta, 2013;
Simarmata Rikardo, Pengakuan Hukum terhadap Masyarakat Adat di Indonesia, UNDP, Jakarta, 2006;
Soepomo, Bab-Bab Tentang Hukum Adat, Pradnya Paramita, Jakarta. 1994;
Stoud Dalam Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, cetakan ke-VII, Raja Grafindo, Jakarta, 2011;
S. Davidson Jamie dkk, Adat Dalam Politik Indonesia, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2010;
Tri Yuliantoro, Indigenous Constitution; Dalam Perspektif Ketatanegaraan dan Fikih Minoritas, Jurnal Agama dan Hak Asasi Manusia, Vol. 4, No. 2, Mei 2015.