KEWENANGAN PENUNTUTAN TINDAK PIDANA KORUPSI NOMINAL KERUGIAN KEUANGAN NEGARA PALING SEDIKIT SATU MILIAR RUPIAH PADA KEJAKSAAN

Main Article Content

Hasri Ratna Utari Lalu Parman Ufran .

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaturan hukum dan konsekuensi yuridis terhadap kewenangan Kejaksaan melakukan penuntutan terhadap Tindak Pidana Korupsi nominal kerugian keuangan Negara paling sedikit satu miliar rupiah pada Kejaksaan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian Normatif yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka dan peraturan-peraturan yang terkait dengan kewenangan penuntutan tindak pidana korupsi nominal kerugian keuangan Negara diatas satu miliar pada Kejaksaan. Pendekatan yang dilakukan adalan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual dan pendekatan kasus. Teori yang digunakan adalah teori kepastian hukum dan teori kewenangan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa secara umum yang mempunyai kewenangan melakukan penuntutan adalah Kejaksaan, namun untuk penuntutan tindak pidana korupsi nominal kerugian keuangan Negara paling sedikit satu milyar rupiah kewenangannya dimiliki oleh KPK berdasarkan pasal 11 Undang-Undang nomor 19 tahun 2019 berdasarkan asas “lex specialis derogate legi generalis”. Konsekuensi yuridis tindakan Kejaksaan terhadap kewenangannya melakukan penuntutan tindak pidana korupsi nominal kerugian keuangan Negara paling sedikit satu milyar rupiah sah menurut hukum, sebagai bentuk kerja sama antara KPK dengan Kejaksaan berdasarkan Nota Kesepahaman antara Komisi Pemberantsan Korupsi, Kejaksaan dan Kepolisian Nomor SPJ-97/01-55/03/2017, Nomor KEP-087/A/JA/03/2017 dan Nomor B/27/III/2017 tentang Kerja Sama Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Article Details

How to Cite
[1]
H. Utari, L. Parman, and U. ., “KEWENANGAN PENUNTUTAN TINDAK PIDANA KORUPSI NOMINAL KERUGIAN KEUANGAN NEGARA PALING SEDIKIT SATU MILIAR RUPIAH PADA KEJAKSAAN”, JURNAL EDUCATION AND DEVELOPMENT, vol. 8, no. 4, p. 681, Nov. 2020.
Section
Artikel

References

Adjie, Habib. (2014). Hukum Notaris Indonesia Tafsir Telematik Terhadap Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Bandung: Refika Aditama.
Amiruddin dan Zainal Asikin,( 2013), Pengantar Metode Penelitian Hukum, Rajawali Press, Jakarta.
--------------,( 2014), Pengantar Metode Penelitian Hukum, Rajawali Edisi Revisi, Rajawali Press, Jakarta, , hlm. 164.
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/04/11/sepanjang-2018-terdapat-454 kasus-penindakan-dugaan-korupsi
Kesepakatan Bersama Antara Kejaksaan, Kepolisian, dan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor KEP-049/A/J.A/03/2012, B/23/III/2012 dan SPJ-39/01/03/2012 Tahun 2012 tentang Optimalisasi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kesepakatan Bersama). Pasal 1 angka 1 dan 2.
Philipus M. Hadjon, (1994) Fungsi Normatif Hukum Administrasi dalam Mewujudkan Pemerintahan yang Bersih” Makalah yang disampaikan sebagai bahan pidato Penerimaan Jabatan Gurur Besar dalam Ilmu Hukum Universitas Airlangga, Surabaya,.
R. Bayu Ferdian. (2018), Penetapan Kerugian Keuangan Negara dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi, Jurnal Hukum Vol.2(3) Universitas Syiah Kuala,
Riduan Syahrani, (1999),Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Penerbit Citra Aditya Bakti,Bandung,.
Ridwan H.R, (2002), Hukum Administrasi Negara,Yogyakarta : UII Press,
Soerjono Soekanto, (2003), Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta,.
Sudikno Mertokusuma, (2007), Mengenal Hukum, Cetakan ke-3, (Yogyakarta: Liberty.
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 67. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4401.
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 197.Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6409.
Undang-Undang Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.