UPAYA HUKUM PEMEGANG HAK MILIK ATAS TANAH SEBAGAI AKIBAT DICABUTNYA HAK-MILIK ATAS TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM DAN GANTI RUGI YANG LAYAK

Main Article Content

Hemat Zagoto

Abstract

Pembangunan disegala bidang untuk kepentingan umum semakin hari semakin meningkat, seiring dengan itu maka kebutuhan tanah akan semakin meningkat. Kebutuhan akan tanah dalam rangka melaksanakan pembangunan itulah yang mendorong dilaksanakannya pengadaan tanah. Pelaksanaan pengadaan tanah dapat dilakukan melalui 2 (dua) cara, pertama secara sukarela dari pemilik hak atas tanah yang dilakukan secara musyawarah dengan cara pelepasan/penyerahan hak atas tanah, sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2006. Kedua,secara paksa, melalui cara pencabutan hak atas tanah dan bendabenda diatasnya,sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang pencabutan hak atas tanah. Berbicara mengenai pencabutan yang menjadi persoalan adalah pencabutan pasti dilakukan secara sepihak oleh pemerintah. Karena dilakukan secara sepihak tentunya kita harus memperhatikan upaya hukum apa yang dapat dilakukan oleh pemilik hak atas tanah yang terkena pencabutan secara sepihak. Upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pemilik hak atas tanah, tidak ada yang lain selain melakukan upaya hukum yang telah digariskan oleh peraturan Undang-Undang. Secara yuridis menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan Benda-Benda Yang Ada di Atasnya. Sebagaimana yang terantum dalam Pasal 8. Selama Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 dan Peraturan Pemerintah (PP )Nomor 39 Tahun 1973 belum dicabut, apabila terdapat keberatan terhadap isi Keputusan Presiden tentang penetapan ganti rugi dalam rangka pencabutan hak atas tanah dan benda yang ada diatasnya, berarti keberatan tersebut tetap diajukan kepada Pengadilan Tinggi yang daerah hukumnya meliputi tempat letak tanah dan bendabenda yang ada diatasnya, dan bukan pada Pengadilan Tata Usaha Negara.

Article Details

How to Cite
[1]
H. Zagoto, “UPAYA HUKUM PEMEGANG HAK MILIK ATAS TANAH SEBAGAI AKIBAT DICABUTNYA HAK-MILIK ATAS TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM DAN GANTI RUGI YANG LAYAK”, JURNAL EDUCATION AND DEVELOPMENT, vol. 9, no. 2, pp. 678-683, May 2021.
Section
Artikel

References

Adrian Sutedi, Peralihan Hak atas Tanah dan Pendaftarannya,Sinar Grafika ,Jakarta,2008, hlm8-9f
Bernhard Limbong Hukum Agraria NasionalMP Pustaka Margaretha 2012 hal. 354-355.
Effendi Perangin, Hukum Agraria Indonesia,Rajawali Pers, Jakarta, 1999, hlm. 38
John Salindheo, Masalaha Tanah Dalam Pembangunan Cetakan Kedua(Jakarta, Sinar Grafika 1998) Hllm. 40.
Mudakir Iskandar Syah, Pembebasan Tanah Untuk Pembangunan Kepentingan Umum, hal. 6
http://sukirman.weebly.com-hak-milik-berfungsi-sosialDiakses tanggal 4 januari 2021 jam 15.26.
Lidwina Halim, Tata Cara Pengadaan Tanah, Hukum Property,http://hukumproperti.com/165, diakses pada 24 Agustus 2011, pukul 16.15 Wib.
Pasal 10 peraturan Presiden No. 36 tahun 2005 mengenai penetapan konsinyasi.
Oloan Sitorus dan Dayat Limbong, Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Yogyakarta : Mitra Kebijakan Tanah Indonesia, 2004), Hlm. 6.
Urip Santoso, Hukum Agraria Kajian Komprehensif, Kencana Prenada Media Group, 2012, Jakarta, hlm 90-91.
Soerjono Soekanto Pengantar Penelitian Hukum 2007 Jakarta, Universitas Indonesia Press.
Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, 1985, Pengantar Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta. Rajawali Press
Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945
PMDN No. 15/1975 , Kepres No. 55/1993 dan Perpres 36/2005
Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960
Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 36 Tahun 2006. Tunjangan Jabatan Fungsional Perantara Hubungan Industrial.
Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah
Pasal 27 ayat (1) Undang-undang Dasar Sementara 1950