PEMBEBASAN BERSYARAT SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN NARAPIDANA DI LAPAS KELAS II B GUNUNGSITOLI

  • Arianus Harefa Universitas Nias Raya
Kata Kunci: Pembebasan Bersyarat, Pembinaan Narapidana, Lembaga Permasyarakat

Abstrak

Pembebasan bersyarat merupakan cuti menjelang bebas, dan cuti bersyarat adalah salah satu program pembinaan untuk mengintegrasikan narapidana dan anak ke dalam kehidupan masyarakat setelah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. Prinsip dalam pembinaan di lembaga pemasyarakatan untuk mengajarkan bahwa narapidana adalah orang tersesat karena itu harus diayomi dan diberikan bekal hidup sebagai warga yang baik dan berguna dalam masyarakat. Pembinaan narapidana adalah upaya untuk mempersiapkan narapidana kembali kemasyarakat jadi tidak selayaknya dalam sistem pemasyarakata masih ada kemungkinan seorang narapidana tidak dapat kembali kemasyarakat. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pelaksanaan upaya pembinaan narapidana di Lapas Kelas II B Gunungsitoli terhadap narapidana yang menjalani pembebasan bersyarat. Kemudian metode yang digunakan yaitu penelitian hukum normatif, dengan pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konsep (conceptual approach), dan pendekatan analitik (analitycal approach). Teknik pengumpulan data dilakukan melalui library research, dengan data yang dikumpulkan adalah data sekunder, yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan bahan hukum tersier. Setalah data dikumpulkan lalu, analisis secara kualitatif dengan pendekatan deskriptif, logis, sistematis dan koheren, kemudian terik kesimpulan dari induktif ke deduktif. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa upaya pembinaan yang dilakukan oleh Lapas Kelas II B Gunungsitoli kepada narapidana atau warga binaan yang sedang menjalani pembebasan bersyarat adalah dilaksanakan berdasarkan sistem pemasyarakatan yang dilakukan dengan memberikan sarana pendidikan dan memberikan pelatihan keterampilan warga binaan dalam di Lapas dengan tujuan untuk memperkecil hukuman, mempermudah atau memberi kenyaman kepada narapidana, dan yang bukan merupakan sebagai toleransi atau pemaaf (leniency) atas tindakan yang telah dilakukannya.

Referensi

Harsono, C.I, (1995). Sistem Baru Pembinaan Narapidana, Djambatan, Jakarta.

Harefa, A. (2023). Legal Protection of Child As Victims of Crime of Rape. Riwayat: Educational Journal of History and Humanities, 6(1), 212-221.

Harefa, A. (2022). Problematika Penegakan Hukum Pidana Mati Pada Tindak Pidana Korupsi Dalam Perspektif Perlindungan Ham. Jurnal Panah Keadilan, 1(2), 99-116.

Lamintang P.A.F, (1990). Hukum Penintensier Indonesia, Cetakan Ketiga, Armico, Bandung.

Panjaitan Petrus Irwan dan Pandapotan Simorangkir, (1995). LAPAS Dalam Perspektif Sistem Peradilan Pidana, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

Priyatno Dwidja, (2006). Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara Di Indonesia, P.T Refika Aditama, Bandung.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2022 perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1999 jo. PP Nomor 28 Tahun 2006 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Nomor 7 tahun 2022 perbuhana atas Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Nomor 3 tahun 2018 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas Dan Cuti Bersyarat
Diterbitkan
2023-08-16